Sabtu, 22 Agustus 2009

Remaja Aktif

Remaja Kreatif, Kenapa Nggak!
Manusia itu Zoon Politicon. Pernah denger atau baca kalimat itu? Yupz! Istilah yang dikemukakan oleh Aristoteles itu maksudnya nih ya, manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup bermasyarakat. Nah, kita juga termasuk manusia kan? Kalo gitu sebagai remaja kita mesti gimana?
Namanya juga manusia, pasti nggak bisa dong hidup sendirian. Anak muda atawa remaja juga butuh yang namanya interaksi. Wah malah penting banget tuh! Karena kita hidup bermasyarakat, kita nggak bisa cuma diam gitu aja. So, biar kita ngerasa bener-bener ada, ya kita harus ngelakuin hal-hal yang berkaitan sama masyarakat. Terus, pendapat temen-temen, kegiatan apa yang bisa dilakuin remaja di masyarakat?
“Ya apa aja yang penting positif. Misal kegiatan sosial kayak PMI, Karang Taruna.” Kata Yanuar Indriyanto, siswa SMP N 2 Surakarta. Sedangkan Muhammad Syafi’i, mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya bilang, “Sebaiknya kalo remaja pengin buat kegiatan harus tahu kegiatan apa yang memang sanggup dilakoninya dan dikaitkan sama kelebihannya. Tapi yang terpenting sih bisa bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat di mana remaja itu tinggal.”
Hmmm berarti peran kita-kita ini sebenarnya dibutuhkan banget di masyarakat ya? “Sebenarnya bukan cuma di masyarakat aja. Bahkan untuk bangsa peran remaja penting banget,” tambah Syafi’i. Dia berargumen, kaum remajalah yang akan ngelanjutin tongkat estafet para pendahulunya. Mursih Ari senada dengan Syafi’i. Cewek yang bersuara lembut itu bilang, peran remaja itu penting banget. “Remaja kan juga bagian dari masyarakat, jadi harus turut aktif . Nggak cuma itu, remaja juga akan jadi pemimpin nantinya,” katanya.
Memang banyak juga kegiatan yang bisa dilakuin anak muda. Kegiatan itu yang positif dan bisa mendatangkan manfaat tentunya. Contohnya nih, Karang Taruna, bakti sosial, relawan bencana, atau kegiatan keagamaan. Kalo kita bisa berperan, pasti deh orang-orang di sekitar kita ikut bangga. Asal kalian tahu aja ya, kebahagiaan yang konkrit adalah ketika kita mampu berbuat untuk sesama.
Kita nggak boleh ngerasa puas dan bangga ikut organisasi yang seabrek di sekolah tapi malah nggak peka sama lingkungan di mana kita tinggal. Malahan paling bahaya nih, kalo anak muda bilang persoalan atau hal-hal yang berkaitan sama masyarakat itu cuma urusan buat yang tua-tua aja.
Akhir-akhir ini boleh dibilang sedikit banget anak muda yang punya kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka cenderung mikirin diri sendiri, sibuk dengan hal-hal yang nyleneh (khas anak muda) dan sibuk ngurusin tren dan mode. Kalau kita mau clingak-clinguk ke lingkungan sekitar, banyak banget masalah yang (sebenarnya) bisa kita cariin solusinya.
Banyak orang-orang di sekeliling kita yang hidup dalam lingkaran kemiskinan. Bahkan kalo kita lihat di beberapa media, di zaman yang katanya modern gini aja masih ada yang menderita gizi buruk. Tindak kriminal selalu ada tiap hari. Nggak sedikit mereka yang ngelakuin tindakan itu karena motif ekonomi. Karena itu, kita harus bergerak untuk ngebantu mereka. Ngumpulin dana, nyari donatur, dan ngasih sembako sama yang membutuhkan.
Dari hal-hal kecil, kita bisa kok berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Bahkan manfaatnya bisa dahsyat lho. Misal gini, sekarang yang lagi jadi isu di mana-mana adalah soal pemanasan global atau global warming. NASA ngelaporin, kutub utara akan kehilangan esnya antara tahun 2009-2012. Hiii ngeri nggak sih? Gas metana beku di dasar laut kutub bisa musnahin kehidupan di bumi. Rata-rata temperatur global udah naik 1,3 derajat Fahrenheit (setara dengan 0,72 derajat celcius) dalam seratus tahun terakhir. Permukaan air laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 cm setiap tahun sejak 1961.
Sebagai remaja kita nggak cuma ribut bilang ngeri, tapi kita harus mikirin gimana cara mengantisipasi bahaya pemanasan global. Nggak perlu yang ribet, bikin kita ngerasa terbebani dan jadi males ngedengarnya. Tapi kita bisa mulai dengan hal-hal kecil kayak jalan kaki atau bersepeda saat bepergian. Nggak perlu gengsilah. Mentang-mentang udah gede, terus malu pake sepeda. Apalagi ngeliat temen pake motor atau mobil. Tapi coba pikirkan kalo tindakan kita itu sebetulnya bermanfaat banget buat orang banyak. Awalnya kita ngelakuin sendiri, terus nanti ngajak temen, saudara atau siapa aja dan akhirnya sampe buat suatu komunitas yang bisa dikerjakan bareng-bareng.
Hal-hal kecil lain yang bisa kita lakukan yaitu menanam pohon. Bareng temen-temen, kita tanam pohon di lahan yang masih kosong, apalagi di hutan yang udah gundul karena penebangan liar. Dengan seperti itu, udara di sekitar kita terasa sejuk dan bumi yang kita tempati nggak terasa tambah panas.
Kalian juga udah ngerti kan kalo belakangan ini bencana datang silih berganti? Peristiwa itu mengakibatkan kerugian. Nggak cuma materi aja, tapi banyak juga jiwa manusia yang harus dikorbanin. Nah, kita tuh bisa juga jadi relawan. Kita bisa membantu ngumpulin dana, obat-obatan, makanan, pakaian dan apa-apa yang dibutuhin banget oleh mereka.
Terus kalo ada kegiatan keagamaan di sekitar tempat tinggal kita, kita bisa ikut andil jadi panitia bareng temen-temen. Kita bisa aja bagi tugas siapa yang bikin undangan, nyebarin undangan, jadi pembawa acara, baca kitab suci, atau bisa juga menampilkan hiburan untuk memeriahkan acara itu.
Bagi anak sekolah, pasti banyak deh buku-buku yang dimiliki. Kita bisa juga buat taman bacaan atau perpustakaan untuk warga. Buku-buku yang udah kita baca dan cuma dijadiin pajangan di dalam rak bisa kita sumbangin juga. Malah buku yang kita sumbangkan bisa mendatangkan banyak manfaat. Kita ajak anak-anak dan orang-orang di sekitar kita untuk giat membaca. Nggak terasa, kita juga ikut mencerdaskan anak bangsa lho.
Tapi tentu aja semua yang kita lakuin harus benar-benar ikhlas dan tanpa pamrih. Jangan jadiin semua itu sebagai pencitraan diri atau sekedar ingin dipuji. Apalagi cuma dilakuin buat kampanye! Hmmm.. nggak banget deh!


Wiwi Hartati

Senin, 17 Agustus 2009

merdeka!!!

Hmmm…. Nggak terasa Indonesia udah 64 tahun merdeka! Ya, sekarang di seluruh antero negeri ini lagi memperingati HUT RI yang ke-64. Rasa seneeeennnng udah nggak bisa dibendung dan disembunyiin lagi. Ternyata Negara kita udah delapan windu merdeka. Kita udah cukup lama merdeka. Tapiiiiii apa kita emang bener-bener udah merdeka???? Apa kita udah bebas dari segala macam penjajahan?????
No, no, no!!! belum, fren! Kita sebetulnya belum merdeka dalam arti yang sesunggguhnya. Masih banyak kemiskinan, kejahatan serta pengangguran di mana-mana. Korupsi masih juga merajalela. ibarat diberantas satu malah tumbuhnya dua ribu lima ratus. Teror bom juga masih terus berlanjut. Masih pada ingat kan sama peristiwa bom JW Marriot dan Ritch Carlton 17 juli lalu? Hah? Nggak??? Pada ke mana emangnya???
Intinya, kita masih harus berjuang agar Indonesia menjadi Negara yang tahan banting! Ah maksudku, menjadi Negara yang adil, makmur, sejahtera dan terus maju! Tak lupa juga aman dan damai.
Kita harus bisa jadi pahlawan. Bukan malah sok pahlawan! Kita harus bergerak. Nggak Cuma dieeeemmmm aja kek jembatan. Kenapa para pahlawan masih saja Bung Karno, Bung Hatta dan para pejuang jadul itu? Kenapa kita nggak mau jadi pahlawan atau berusaha meniru pahlawan yang telah lama tiada itu?
Mari kita singsingkan lengan baju! Kumpulkan semangat! Bukan untuk perang melawan yang tak seharusnya dilawan. Tapi kita bisa mulai dengan belajar yang rajin agar Negara kita nggak dibodohin sama Negara lain. Tetep kerja keras agar Negara kita bisa tambah maju!!! Otrey???
Dirgahayu Republik Indonesia ke-64

tangisku

Hidup ini memang terus berjalan dan berputar bagaikan roda, yang terkadang melewati jalan lurus dan halus, namun suatu saat juga akan merasakan jalan terjal penuh liku. Saat ini mungkin aku sedang melewati jalan yang terjal dan berliku itu. Ya, saat ini mungkin aku sedang berada di tengah-tengahnya. Aku merasakan betul hal itu. Akhir-akhir ini aku sering sulit untuk tidur. Pikiranku sering tak keruan.
Batinku menangis walau lahirku seolah tersenyum. Jiwaku merintih meski ragaku terkesan ceria. Hatiku benar-benar sedih, gundah, gelisah serta cemas. Bukan karena aku memikirkan sesuatu yang sudah jelas-jelas tak pasti. Tapi aku sedang berhadapan dengan masalah yang bagiku tak ringan ini.
Aku sadar, usiaku telah menginjak tujuh belas tahun. Aku sudah bukan anak-anak lagi. Seperti layaknya pohon, semakin tinggi pohonnya maka akan berhadapan dengan angin yang semakin kencang pula. Jika tak kuat menghadapi kencangnya terpaan angin, bisa tumbang dan roboh pohon itu.
Begitu juga aku. Begitulah keadaanku. Aku sadar betul bahwa semakin bertambahnya usiaku, aku akan berhadapan dengan berbagai macam persoalan. Hal itu mulai aku rasakan. Dan benar-benar semakin terasa dalam diriku. Aku bingung harus mencurahkan isi hati pada siapa lagi. Ku pegang pergelangan tanganku. Kurus. Ya, ku rasakan diriku semakin kurus. Mungkin ini karena pengaruh dari persoalan yang sedang aku hadapi.
Aku tak bisa berharap banyak kepada siapa pun selain kepadaNya. Kepada Allah subhaanahu wata’ala, Tuhanku. Ku memohon kepadaNya di setiap doaku agar aku selalu diberi ketabahan, kesabaran, serta keikhlasan dalam menghadapi setiap persoalan dan rintangan. Tak lupa aku memohon agar aku diberi kemudahan dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh dengan gelombang dan badai ini. Ya Allah…. Ampunilah dosa-dosaku. Kabulkanlah doa-doaku. Amiin… Ya… Robbal Alamiin…

Sabtu, 08 Agustus 2009

tes seleksi

pagi itu senin, 3 Agustus 2009, aku berangkat dari rumah sekitar pukul 06.00 WIB. aku diantar dengan sepeda motor oleh kakakku sampai di Gentan. setelah di Gentan, aku naik angkutan sendiri dua kali hingga akhirnya sampai juga aku di kampus. tepat. nggak telat, pikirku. ya, hari itu adalah hari bagiku untuk mengerjakan soal-soal tes seleksi masuk kampusku. sesuai jadwal, tes seleksi akan dimulai jam 08.00 nanti. aku sudah sampai di sana beberapa menit sebelumnya. lumayan, waktu yang tersisa nanti bisa kugunakan untuk mencari tempat dudukku yang harus sesuai dengan nomor yang tertera pada kartu peserta.

sampai di pintu gerbang, aku masuk. aku lihat ada dua satpam yang berjaga di lobi. aku bertanya di mana tempat pelaksanaan tes seleksi. satpam itu dengan ramah menunjukkan di mana tempatnya. oh, di auditorium lantai dua toh... kataku dalam hati.

aku segera naik tangga untuk menuju ruang tes. sampai di ruangan yang besar itu, telah banyak yang datang. beberapa anak duduk karena telah menemukan tempat duduknya, sebagian sibuk ngobrol atau sekedar berkenalan dan banyak di antara mereka yang sibuk mencari tempat duduknya masing-masing. ya, seperti aku yang belum juga menemukan tempat duduk. dari ratusan kursi yang tersedia, aku lihat satu persatu nomor yang tertempel di bagian belakang kursi. aku cocokkan dengan nomor yang ada di kartu peserta milikku. belum ada yang cocok. aku terus mencari dan mencari sampai akhirnya aku temukan.

saat ujian nasional semakin dekat

Saat Ujian Nasional Semakin Dekat
Beberapa waktu yang lalu, saat aku sedang baca-baca koran, hapeku berdering. Aku dapat sms. Ku buka. Nomor baru ternyata. “Assalamu’alaikum,,, Ini nomornya mbak Wiwi ya? Aku Eka anak kelas XII IPS. Gini Mbak, aku mau pinjam buku-buku paket SMAnya mbak Wiwi. Kami disuruh pinjam ke kakak kelas oleh Bu Muslimah. Jadi aku pinjam punyanya mbak Wiwi. Boleh nggak mbak?” begitu bunyi smsnya.
Eka siapa ya? Aku kurang begitu mengenal adik kelas yang bernama Eka. Aku memang hanya kenal beberapa nama adik kelas. Sebenarnya yang aku permasalahkan bukan Eka siapa. Tapi aku berpikir bahwa Eka dan kawan-kawan meminjam buku pada kakak kelas (salah satunya padaku) karena untuk persiapan menghadapi ujian nasional. Ya, ujian yang mungkin membuat hati berdebar-debar bagi kebanyakan orang.
Aku jadi teringat beberapa bulan yang lalu saat aku dan teman-teman akan menghadapi ujian nasional. Perasaan cemas, takut dan khawatir selalu menghantui kami. Seakan-akan kami menganggap ujian nasional adalah ujian hidup yang sebenarnya. Seolah-olah skami tak akan sukses jika gagal dalam pertarungan yang satu ini.
Hari demi hari kami disibukkan dengan penambahan jam mata pelajaran yang diujikan. Les setiap hari. Try out diberikan oleh guru sesering mungkin untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan kami. Bahkan beberapa diantara teman kami yang awalnya terkesan “mbeling” menjadi anak yang rajin belajar, rajin berangkat les dan rajin shalat. Yang pasti kami benar-benar merasa berbeda dengan hari-hari sebelumnya.
Kami yang sebelumnya malas sekali untuk datang ke sekolah pada hari minggu, kini justru berubah pikiran. Awalnya kami ingin pada hari minggu kami bersama-sama mengistirahatkan badan serta pikiran yang setiap hari dijejali dengan mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, ekonomi, geografi dan sosiologi. Tapi karena semakin bertambah dekatnya detik-detik ujian nasional, kami memutuskan untuk belajar kelompok pada hari minggu.
“Lha terus tempatnya di mana?” tanya Eka Sri Budiastuti, cewek berambut hitam lurus itu.
“Di mana ya? Aku kok ndak enak ya kalo harus nunut di rumah temen.” jawab Yuni.
“Iya, aku juga nggak setuju. Takut ngrepotin yang punya rumah.” kataku.
“Yo wis, gimana nek di sekolah kita aja? Nanti biar aku minta ijin Pak Bawor untuk membuka pintu kelas kita. Insyaallah diperbolehkan,” Pras ngasih saran.
“Oke. Jam berapa kita kumpul?” tanyaku minta kesepakatan.
“Jam Sembilan udah harus di sini. Setuju nggak?”
“Setujuuuu”
Akhirnya sesuai kesepakatan, aku berangkat dari rumah 08.40 WIB. Cukup jalan kaki. Jarak rumahku dengan sekolah memang dekat. Hanya butuh waktu sekitar seperempat jam jalan kaki. Aku pikir, waktu lima menit yang tersisa bisa untuk siap-siap nanti.
Sampai di depan pintu gerbang sekolah, aku bertemu Yuni dan Ana. Kami bertiga bergegas menuju kelas XII IPS 1. Dari kejauhan, aku melihat Muhtasun sudah menunggu di sana. Kenapa dia belum masuk kelas? tanyaku dalam hati. Oh ternyata pintu masih terkunci. Kami menunggu teman yang lain. Satu persatu anak-anak kelas XII IPS 1 berdatangan. Akhirnya setelah Pras datang dan minta Pak Bawor membukakan pintu kelas, kami masuk.
“Cara belajarnya ini gimana?” tanya Mahfud.
“Ya udah, kita mengerjakan soal yang ada di buku paket masing-masing. Usahakan mengerjakan sendiri. Nanti kita bahas bareng-bareng.” Perintah Eka.
“Matematika dulu kan? tanya Pras.
“Iya,”
“Biar nanti tambah enak, setelah waktu selesai, siapa yang bisa mengerjakan nomor tertentu maju aja. Kerjakan di papan tulis. Nanti biar yang belum paham bisa minta dijelaskan.” saran Mahfud.
“Nanti kamu aja ya Wi, yang menjelaskan di depan. Kita kan belajar tanpa bimbingan dari guru. Kita harus belajar mandiri. Sekalian kamu belajar jadi guru. Katanya cita-cita kamu jadi guru kan?” Yuni menunjukku agar mau menjelaskan pada temen-teman.
“Waduh! Kok aku si?”
“Kamu kan yang paling pintar di sini. Oke kan, Bu Wiwi?”
“Yo Wis baiklah. kalo aku bisa, Insyaallah.” jawabku.
Belajar matematika pun kami mulai.